Blogger Widgets PANCASILA Tahun 2015: Januari 2015 Blogger Widgets

Jumat, 16 Januari 2015

TUGAS UAS PANCASILA UNMUH JEMBER



KEARIFAN LOKAL DALAM KEHIDUPAN DI MASYARAKAT SERTA
CARA PELESTARIANNYA MAUPUN PENGEMBANGANNYA YANG
SESUAI ETIKA PANCASILA
TUGAS UAS

Diajukan untuk salah satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila




Disusun oleh:
Fitor Bogi Irawan (1410651175)
Binar Putri Pratiwi (1410651060)
Nur Muhammad Aulia Rahman (1410651100)
Abdul Fatahillah (1410651093)
Resa Marettanto (1410651128)
Girindra Jimmy Tri Pradana (1410651107)
Lailiyatul Muharromah (1410651200)
Hadiyatun Nafisah (1410651201)
Wildan wahyu S. (1310651135)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER



KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT , atas karuia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dari Bapak Edhi Siswanto,M.Si untuk mata kuliah Pendidikan Pancasila . Shalawat serta salam semoga tercurahka kepada Baginda Nabi besar Muhammad SAW.
Dalam penyusunan makalah ini, kajian yang di tawarkan menarik untuk berdiskusi mengukur pemahaman terhadap salah satu pokok pembahasan Pedidikan Pancasila ,yaitu : KEARIFAN LOKAL DALAM KEHIDUPAN DI MASYARAKAT SERTA CARA PELESTARIANNYA MAUPUN PENGEMBANGANNYA YANG SESUAI ETIKA PANCASILA. yang diajukan sebagai salah satu tugas makalah mata kuliah Pendidikan Pancasila, serta sebagai informasi untuk menambah pengetahuan. Hal inilah yang mendorong kami untuk menyusun informasi menjadi sebuah makalah sesuai dengan kemampuan . Karena dengan begitu kita bisa belajar banyak mengenai Pancasila dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun demikian, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena semua ini adalah keterbatasan pengetahuan serta kurangnya referensi sebagai bahan acuan. Sehingga apabila ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penulisan makalah selanjutnya. 


Jember ,  Januari 2015


Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan memiliki keberagaman suku,agama,ras,budaya dan bahasa daerah. Indonesia memiliki lebih dari 300 suku bangsa. Dimana setiap suku bangsa memiliki adat istiadat yang berbeda- beda di dalam kehidupan bermasyarakat. Ketika terjadi pertentangan antar individu atau masyarakat yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda,mereka akan mengelompok menurut asal-usul daerah dan suku. Itu menyebabkan pertentangan\ketidakseimbangan dalam suatu negara(disintegrasi), apalagi dalam adat istiadat yang berbeda. Atas uraian-uraian tersebut kami membahas masalah tentang “KEARIFAN LOKAL DALAM KEHIDUPAN DI MASYARAKAT SERTA CARA PELESTARIANNYA MAUPUN PENGEMBANGANNYA YANG SESUAI ETIKA PANCASILA”. Dalam hal ini kami ingin menjelaskan tentang adat istiadat dalam kehidupan di masyarakat tersebut serta menjelaskan beberapa cara pengembangan maupun pelestarian adat istiadat dalam suatu daerah . .                                                        
Tidak dapat dipungkiri bahwa pesatnya pembangunan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, yang diiringi dengan persebaran nilai-nilai baru serta ilmu pengetahuan dan teknologi maju, menyebabkan nilai-nilai tradisi terdesak atau terdegradasi, tidak dipatuhi atau tidak dikembangkan lagi, baik oleh pendukungnya, maupun oleh orang lain di luar komunitas itu. Gejalan lain, ketika masyarakat pendukung tradisi patuh mendukungnya, namun ternyata mendapat tantangan dari luar, seperti tidak adanya pengakuan dan penghormatan terhadap tradisi lokal. Hal tersebut, tentunya akan memudahkan konflik sosial.
            Agar hal itu tidak terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, maka penghayatan terhadap nilai-nilia budaya mutlak dilakukan, karena nilai-nilai tersebut menjadi ciri identitas masyarakat, yang berkaitan erat dengan otentisitas perilaku atau visi hidup masyarakat pendukung budaya lokal tersebut. Pentingnya memahami ‘nilai-nilai budaya’ sebagai energi sosial yang mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat, akan membentuk kinerja politik, ekonomi, penegakan hukum, pendidikan dan sosial suatu bangsa ke arah yang lebih baik.
     1.2  Rumusan masalah
1.2.1   Apa saja permasalahan yang ditimbulkan dari adat istidat dalam kehidupan di
           masyarakat     
1.2.2   Siapa sajakah yang berperan penting dalam pelestarian pengembangan adat
           istiadat                                             
            1.2.3   Mengapa Adat istiadat dan nilai social budaya berpengaruh dalam
                       pembangunan     masyarakat dan desa

1.3  Tujuan Penulisan
1.3.1        Menjelaskan pengertian adat istiadat dalam kehidupan di masyarakat.
1.3.2        Mengetahui permasalahn yang ditimbulkan dari adat istiadat dalam kehidupan
    di masyarakat
1.3.3        Mengetahui cara mengatasi masalah yang ditumbulkan dari adat istiadat dalam
                kehidupan di masyarakat.
1.3.4        Memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai adat istiadat kehidupan di
                masyarakat.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Pengertian Adat Istiadat dalam Kehidupan di Masyarakat
Adat istiadat adalah kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, pola perilaku, norma-norma dan preferensi-preferensi yang mengatur tindakan kolektif yang diwariskan dari generasi satu ke generasi lain (Kamus Hukum & Glosarium Otonomi Daerah/Vera Jasini Putri.-Jakarta: FNS, 2003).
Adat istiadat (custom) secara harfiah berarti praktek–praktek berdasarkan kebiasaan, baik perorangan maupun kelompok (Machmud 2007:180). Adat istiadat adalah bentuk konvensional perilaku orang dalam situasi–situasi tertentu, yang mencakup: metode–metode kerja yang diterima, relasi timbal balik antara anggota dalam kehidupan setiap hari dan dalam keluarga; tatacara diplomatik, agama dan tindakan–tindakan yang mencerminkan ciri–ciri spesifik kehidupan suatu suku, kelas, masyarakat. Adat istiadat mempunyai kekuatan dari suatu kebiasaan sosial dan mempengaruhi perilaku seseorang sehingga secara moral dapat dievaluasi.
Adat adalah aturan dan perbuatan yang lazim dituruti atau dilakukan sejak dahulu kala (Kamus umum bahasa Indonesia). Timbulnya adat berawal dari usaha orang-orang dalam suatu masyarakat di daerah yang menginginkan terciptanya ketertiban di masyarakat. Adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat hubungan dan penyatuannya dengan pola – pola perilaku masyarakat.
Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu nagari yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara-acara keramaian anak nagari, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari-tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung.

Jadi Adat istiadat dalam kehidupan masyarakat dapat diartikan sebagai berikut :
1.      Sekelompok orang yang hidup dengan tradisi dan budaya – budaya tertentu, adat istiadat yang sudah ada sebelumnya, yang tidak terpengaruhi oleh perubahan zaman karena mereka merasa cukup dengan kehidupan dan penghidupan yang mereka jalani secepat apapun evolusi kebudayaan pada masa tersebut.
2.      Masyarakat yang kehidupannya masih dipegang teguh oleh adat istiadat lama yang mereka miliki. Yang dimaksud adat istiadat disini adalah adanya suatu aturan baku mencangkup segala konsep budaya yang di dalamnya terdapat aturan terhadap tingkah laku dan perbuatan manusia dalam menjalani kehidupan.

2.2  Permasalahan yang Ditimbulkan
Posisi adat-istiadat yang selama ini menjadi pedoman dalam pengatur tata kelakuan manusia telah diambil alih posisinya oleh sistem nilai yang baru. Sedangkan struktur masyarakat adat telah pula cenderung berubah menuju masyarakat moderen. Perubahan ini ditandai dengan timbulnya kenyataan-kenyataan dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
1.      Sistem nilai budaya atau adat istiadat lokal yang selama ini mengatur tata kelakuan hidup manusia telah kehilangan legitimasinya sehingga posisi adat-istiadat telah diganti oleh hukum positif dan politik yang dikendalikan negara.
2.      Nilai-nilai kepercayaan yang bersumber dari agama mulai luntur dan posisinya telah diganti oleh nilai-nilai ilmu pengetahuan yang sekuler.
3.      Di dalam masyarakat telah mulai luntur nilai gotong-royong dan diganti dengan nilai individualistis yang mengancam akhlak manusia.
4.   Adanya rasa malu dalam diri masyarakat untuk  mengembangkan adat-istiadat yang menjadi    pedoman masyarakat selama ini

2.3  Mengatasi masalah yang Ditimbulkan
Munculnya 4(empat) masalah tersebut di atas menandaskan kepada kita untuk membentuk gerakan kembali ke adat. Bahwa Gerakan Kembali ke Adat adalah gerakan moral yang berisi cita-cita moral agar segenap komponen masyarakat dapat melestarikan nilai budaya (adat-istiadat) masyarakat yang bernilai tinggi. Sehingga dampak negatif dari perubahan dan globalisasi tidak mengikis habis bangunan moral masyarakat lokal. Paling tidak, gerakan ini akan memperingatkan kepada kita untuk tetap memelihara unsur-unsur budaya dan adat istiadat masyarakat lokal supaya terhindar dari kepunahan. Oleh karena itu, Gerakan Kembali ke Adat sebenarnya juga berisikan cita-cita moral sebagai berikut:
1.      Mencegah kepunahan adat-istiadat.
2.      Mempertahankan adat-istiadat yang bernilai luhur serta mendukung terwujudnya ketertiban, kerukunan, kedamaian, kesetiakawanan dan kesejahteraan sosial masyarakat.
3.      Mendukung (tidak anti) proses perubahan dalam masyarakat.

2.4  Pelestarian dan pengembangan adat istiadat
Pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat dibangun dengan mengkedepankan tiga pilar utama yaitu pilar pengembangan ekonomi masyarakat, pilar pelestarian dan pilar kemandrian masyarakat.
            Pilar pertama menyangkut aspek nilai guna adat istiadat bagi tumbuh kembangnya ekonomi masyarakat untuk menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan ekonomi. Pilar yang kedua menyangkut aspek kebertahanan identitas sosial budaya masyarakat yang menyokong pada integrasi nasional. Pilar ketiga berkaitan dengan kemampuan masyarakat melaksanakan pengorganisasian potensi adat istiadat dan nilai sosial budaya secara otonom, mandiri dan profesional.
Potensi dan aset adat istadat dan nilai budaya masyarakat sangat besar, namun belum didayagunakan secara optimal. Khususnya dalam memberi fundamen ke arah peningkatan ekonomi masyarakat secara nyata. Dengan demikian, pemberdayaan kelompok masyarakat adat adalah hal penting guna menopang kehidupan masyarakat khususnya pengembang adat istiadat dan nilai budaya setempat.

2.5  Peran pemerintah dalam usaha pengembangan dan pelestarian adat istiadat
  1. Membantu masyarakat dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang terutama dalam bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan.
  2. Mengawasi pelaksanaan hukum adat dan istiadat dalam desanya
  3. Membantu Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional
  4. Ikut serta Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat
  5. Mengangkat kembali moral bangsa agar masyarakat dapat mencintai adat istiadat yang ada di negeri ini
2.6  Tujuan dari upaya pelestarian dan pengembangan adat istiadat
Upaya pelestarian dan pengembangan dimaksudkan untuk memperkokoh jati diri individu dan masyarakat dalam mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Tujuannya mendukung pengembangan budaya nasional dalam mencapai kualitas ketahanan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia .

2.7  Beberapa istilah dalam upaya pelestarian dan pengembangan adat istiadat
1. Revitalisasasi    : dihidupkan lagi dan didorong agar tumbuh dan berkembang
2. Reaktualisasi    : dihidupkan kembali dengan ‘mindung ka waktu mibapa ka jaman
3. Revisi                : disesuaikan dari tujuan semula
4. Restrukturisasi : dimodifikasi agar sesuai dengan jamannya
5. Fill In                  : diisi dengan nilai-nilai baru
6. Inovasi               : adanya kreativitas budayawan agar lebih menarik
7. Kreasi                 : membuat kreasi baru yang sesuai dengan daerahnya
8. Delete                : adanya penghapusan nilai-nilai yang tidak sesuai

2.8  Contoh pelestarian dan pengembangan adat istiadat di suatu daerah
1. REVITALISASI; LUMBUNG MINI MASYARAKAT

              Budaya Jimpitan; jimpitan merupakan salah satu bentuk gotong royong masyarakat pedesaan. Tradisi beras jimpitan atau lumbung mini mungkin kini hampir tidak pernah terdengar lagi. Padahal, tradisi beras jimpitan ini memiliki multi fungsi bagi ketahanan pangan keluarga sekaligus bisa menjadi ketahanan ekonomi bagi bangsa. Kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini memang paling tidak mengajarkan spirit menabung dalam artian tidak menabung uang, melainkan menyisihkan sejumput beras untuk ditabung guna keperluan keluarga, kelompok dan komunitas suatu masyarakat menjaga ketahanan pangannya.

Video Budaya Jimpitan 
2.  REVISI UNGKAPAN SUNDA

              Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat Sunda; ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orang tua. Jika dilihat dari filosofinya, “Someah hade ka semah” merupakan local wisdom dari tatar Sunda. Ini berarti bahwa urang Sunda harus ramah pada tetamunya. Agar tidak “Jati kasilih ku junti”, maka “Someah hade ka semah” diterapkan kepada semah nu hade (pendatang yang berperilaku baik); “Someah hade ka semah anu hade”.

3.  INOVASI WAYANG GOLEK

             Asep Sunandar Sunarya mengkombinasikan wayangnya berdasarkan aspek sandiwara dan remediasi. Juga menirukan gerakan-gerakan kartun amerika dan film silat dari Hongkong. Begitu pula dalam iringan musiknya, banyak menampilkan berbagai unsur musik diantaranya dangdut. Gaya inovatif Asep dianggap revolusi wayang pada tahun 1980-an dan merupakan kebangkitan wayang. Selain inovasi gerakan dan musik wayang, Asep terkenal dengan kreativitasnya terhadap tokoh cepot.

Video Wayang Golek 
4.  PENGHAPUSAN NILAI YANG TIDAK SESUAI

               Sebuah tawaran terhadap babasan “Awewe dulang tinande” (awewe mah biasana kumaha kahayang lalaki). Ungkapan tersebut Tidak aktual lagi bila dikaitkan dengan gerakan emansipasi wanita dan feminisme.

 
BAB 3
3.1 Kesimpulan
       Permasalahn yang biasa muncul dalam suatu adat istiadat untuk saat ini lebih cenderung ke masyarakat yang mulai tidak peduli ataupun mulai meninggalkan adat istiadat mereka karena arus moderenisasi . Adat istiadat itu kini sudah luntur tidak seperti dulu lagi , oleh karena itu kita harus berusaha untuk melestarikan serta mengembangkan kembali adat istiadat yang telah luntur itu . Dalam usaha untuk pelestarian dan pengembangan adat istiadat dan nilai sosial budaya masyarakat , masyarakat juga harus berperan penting dalam hal ini untuk menjadikan suatu daerah lebih baik, lebih sejahtera kehidupannya.
       Selain masyarakat pemerintah juga harus berperan dalam hal ini untuk membantu membina dan mengembangkan nilai nilai adat dalam rangka memperkaya ,melestarikan  dan mengembangkan kebudayaan nasional. Adat istiadat dan nilai social budaya dapat mempengaruhi masyarakat karena adat istiadat dan nilai social budaya merupakan salah satu modal social yang bila didayagunakan dengan optimal dapat meningkatkan ekonomi masyarakat secara nyata .
Dengan terjadinya transformasi sosial budaya akibat derasnya globalisasi, diperlukan adanya pemaknaan terhadap nilai dan pesan-pesan moral yang terkandung dalam keseluruhan budaya. Nilai-nilai budaya, tidak dapat diragukan lagi dapat berpengaruh besar terhadap kehidupan aktivitas masyarakat.
3.2  Saran
Pemerintah dan masyarakat harus tetap bekerja sama dengan niat yang baik untuk pelestarian pengembangan adat istiadat dan nilai social budaya masyarakat . Dan sangat diharapkan bagi masyarakat agar dapat terus bersosialisasi dengan baik sesama masyarakat agar dapat mengurangi timbulnya masalah adat istiadat dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan terjadinya transformasi sosial budaya akibat derasnya globalisasi, diperlukan adanya pemaknaan terhadap nilai dan pesan-pesan moral yang terkandung dalam keseluruhan budaya. Nilai-nilai budaya, tidak dapat diragukan lagi dapat berpengaruh besar terhadap kehidupan aktivitas masyarakat.

Baca Selanjutnya >>

Biodata Kelompok Pancasila Universitas Muhammadiyah Jember

Nama Kelompok     : CPE WORD
Anggota Kelompok  : 
  1. Fitor Bogi Irawan              (1410651175)
  2. Binar Putri Pratiwi            (1410651060)
  3. Resa Marettanto                (1410651128)
  4. Abdul Fatahillah               (1410651093)
  5. Nur Muhammad Aulia Rahman      (1410651100)
  6. Girindra Jimmy Tri Pradana     (1410651107)
  7. Lailiyatul Muharromah          (1410651200)
  8. Hadiyatun Nafisah              (1410651201)
  9. Khoirul Umam                   (1410651106)
  10. Wildan Wahyu                   (1310651135)
             
Baca Selanjutnya >>

Peranan Pembukaan UUD 1945 dalam 4 Pilar Kebangsaan(Pancasila,UUD 1945,NKRI,Bhinek Tunggal Ika)

                  Peranan Pembukaan UUD 1945 dalam 4 Pilar kebangsaan

              Latar belakang masalah

              Berbagai fenomena bermunculan seiring semakin menipisnya realisasi nilai-nilai luhur yang terkemas dalam empat pilar kebangsaan. Menjadi menarik untuk direnungkan kembali adalah bagaimana seharusnya empat pilar kebangsaan yakni  Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika dapat benar-benar fungsional dalam memembentuk karakter bangsa dan bernegara? Bagaimana pilar kebangsaan dapat berjalan sinergis sehingga menopang terciptanya karakter bangsa yang dicita-citakan. Tulisan ini akan mencoba menjawab secara ringkas permasalahan tersebut di atas dalam perspektif keterkaitan pilar kebangsaan dengan karakter yang semestinya tercipta, agar negara Indonesia yang dicitakan sesuai dengan amanat Proklamasi 17 Agustus 1945 dan Pembukaan UUD 1945 tetap berdiri kokoh.
  1. Pancasila
          Pancasila merupakan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga memiliki fungsi yang sangat fundamental. Selain bersifat yuridis formal yang mengharuskan seluruh peraturan perundang-undangan berlandaskan pada Pancasila (sering disebut sebagai sumber dari segala sumber hukum), Pancasila juga bersifat filosofis. Pancasila merupakan  dasar filosofis dan sebagai perilaku kehidupan. Artinya, Pancasila merupakan falsafah negara dan pandangan/cara hidup bagi bangsa Indonesia dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai cita-cita nasional. Sebagai dasar negara dan  sebagai pandangan hidup, Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus dihayati dan dipedomani oleh seluruh warga negara Indonesia dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.  Lebih dari itu, nilai-nilai Pancasila sepatutnya menjadi karakter masyarakat Indonesia sehingga Pancasila menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia.

          Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut way of life. Dalam hal ini, Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari (Pancasila diamalkan dalam hidup sehari-hari). Dengan perkataan lain, Pancasila digunakan sebagai penunjuk arah semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan didalam segala bidang. Ini berarti bahwa semua tingkah laku dan tindak/perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila Pancasila karena Pancasila sebagai weltanschauungselalu merupakan suatu kesatuan, tidak bias dipisah-pisahkan satu dengan yang lain. Keseluruhan sila didalam Pancasila merupakan satu kesatuan organis. Pancasila yang harus dihayati adalah Pancasila sebagaimana tercantum didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, jiwa keagamaan(sebagai manifestasi/perwujudan dari sila ketuhanan yang maha esa), jiwa yang berperikemanusiaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab), jiwa kebangsaan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila persatuan Indonesia),jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan), dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan social (sebagai manifestasi/perwujudan dari sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia) selalu terpancar dalam segala tingkah laku dan tindak/perbuatan serta sikap hidup seluruh Bangsa Indonesia.[3]
Demikianlah pengertian Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Dilihat dari kedudukannya, Pancasila mempunyai kedudukan yang tinggi. Oleh karena itu, pengertian-pengertian yang berhubungan dengan pancasila dapat diikhtisarkan sebagai berikut:

1.Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia.
2.Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
3.Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
4.Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
5.Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi negara Republik Indonesia.
6.Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu mendirikan negara.
7.Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.
8.Pancasila sebagagai falsafah hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia.

    1. Undang-Undang Dasar 1945
Derivasi nilai-nilai luhur Pancasila tertuang dalam norma-norma yang terdapat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Oleh karena itu, landasan kedua yang harus menjadi acuan dalam pembangunan karakter bangsa adalah norma konstitusional UUD 1945. Nilai-nilai universal yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 harus terus dipertahankan menjadi norma konstitusional bagi negara Republik Indonesia.


           Keluhuran nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 memancarkan tekad dankomitmen bangsa Indonesia untuk tetap mempertahankan pembukaan itu dan bahkan tidak akan mengubahnya. Paling tidak ada empat kandungan isi dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi alasan untuk tidak mengubahnya. Pertama, di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma dasar universal bagi berdiri tegaknya sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Dalam alinea pertama secara eksplisit dinyatakan bahwa “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pernyataan itu dengan tegas menyatakan bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa dan oleh karena itu, tidak boleh lagi ada penjajahan di muka bumi. Implikasi dari norma ini adalah berdirinya negara merdeka dan berdaulat merupakan sebuah keniscayaan. Alasan kedua adalah di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat norma yang terkait dengan tujuan negara atau tujuan nasional yang merupakan cita-cita pendiri bangsa atas berdirinya NKRI. Tujuan negara itu meliputi empat butir, yaitu (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,  (2) memajukan kesejahteraan umum, (3)  mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Cita-cita itu sangat luhur dan tidak akan  lekang oleh waktu. Alasan ketiga, Pembukaan UUD 1945 mengatur ketatanegaran Indonesia khususnya tentang bentuk negara dan sistem pemerintahan. Alasan keempat adalah karena nilainya yang sangat tinggi bagi bangsa dan negara Republik Indonesia, sebagaimana tersurat di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat rumusan dasar negara yaitu Pancasila.

             Selain pembukaan, dalam Batang Tubuh UUD 1945 terdapat norma-norma konstitusional yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pemerintahan Indonesia, pengaturan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, identitas negara, dan pengaturan tentang perubahan UUD 1945 yang semuanya itu perlu dipahami dan dipatuhi oleh warga negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam pengembangan karakter bangsa, norma-norma konstitusional UUD 1945 menjadi landasan yang harus ditegakkan untuk kukuh berdirinya negara Republik Indonesia.

              Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, segala dinamika kekuasaan, hubungan antar cabang kekuasaan, mekanisme hubungan antara negara, civil society, diikat dan tersimpul dalam suatu dokumen yang disepakati sebagai sumber hukum tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945  Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami beberapa kali perubahan mendasar. Sejak kemerdekaan, bangsa kita telah menetapkan 8 kali undang-undang dasar, yaitu (1) UUD 1945, (2) Konstitusi RIS 1949, (3) UUDS 1950, (4) UUD 1945 versi Dekrit 5 Juli 1959, (5) Perubahan Pertama UUD 1945 tahun 1999, (6) Perubahan Kedua tahun 2000, (7) Perubahan Ketiga tahun 2001, dan (8) Perubahan Keempat pada tahun 2002, dengan nama yang dipertegas, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Di samping UUD 1945 sebagai konstitusi yang tertulis, dalam teori dan praktik, dikenal juga adanya pengertian mengenai konstitusi yang tidak tertulis, misalnya kebiasaan-kebiasaan dan konvensi ketatanegaraan, interpretasi konstitusional oleh pengadilan (dalam hal ini Mahkamah Konstitusi), dan prinsip-prinsip kenegaraan yang hidup dan dipandang ideal dalam masyarakat. Misalnya, ada pengertian yang hidup dalam masyarakat kita bahwa empat pilar kebangsaan Indonesia yang mencakup (1) Pancasila, (2) UUD 1945, (3) NKRI, dan (4) Semboyan Bhinneka-Tunggal-Ika. Karena itu, keempat pilar tersebut juga dapat dipandang berlaku sebagai isi konstitusi Indonesia dalam pengertiannya yang tidak tertulis. Maksudnya, UUD 1945 sendiri tidak menyebut bahwa keempat hal tersebut merupakan pilar kebangsaan, kecuali dalam Pasal 37 ayat (5) yang menyatakan bahwa mengenai bentuk NKRI tidak dapat diadakan perubahan sama sekali.

               Oleh karena itu, UUD 1945 haruslah dijadikan referensi tertinggi dalam merumuskan setiap kebijakan kenegaraan dan pemerintahan di semua bidang dan sektor. Lagi pula, sekarang kita telah membentuk Mahkamah Konstitusi yang berwenang menguji konstitusionalitas setiap kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang. Oleh sebab itu, para anggota DPR sebagai anggota lembaga yang bertindak sebagai policy maker, pembentuk  undang-undang, perlu menghayati tugasnya dengan berpedoman kepada UUD 1945.[4]
Dengan demikian, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum yang tertinggi memuat gambaran dan hasrat ketatanegaraan republik Indonesia serta gambaran kerangka ketatanegaraan itu serta menentukan tujuan dan garis-garis pokok kebijaksanaan pemerintahan[5] sebagai kontrak sosial antara masyarakat dengan lembaga-lembaga negara maupun antar lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lain.





                3.NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Asas normatif filosofis-ideologis NKRI seutuhnya ialah filsafat negara Pancasila. Filsafat Pancasila sebagaipandangan hidup bangsa(Weltanschauung), diakui juga sebagai jiwa bangsa=(Volksgeist, jatidiri nasional) Indonesia. Identitas dan integritas nilai fundamental ini secarakonstitusional dan institusional ditegakkan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai nation state.
Secara filosofis-ideologis dan konstitusional, bahkan kultural negara kebangsaan (nation state) adalah peningkatan secara kenegaraan dari nilai dan asas kekeluargaan. Makna kekeluargaan, bertumpu pada karakteristika dan integritas keluarga yang manunggal; sehingga rukun, utuh-bersatu, dengan semangat kerjasama dan kepemimpinan gotong-royong. Jadi, nation stateIndonesia adalah wujud makro (nasional, bangsa, negara) dari rakyat warga negara Indonesia se-nusantara.
Identitas demikian ditegakkan dalam nation state NKRI yang dijiwai asas kekeluargaan, asas kebangsaan (Wawasan Nasional: sila ketiga Pancasila) dan ditegakkan dengan semangat asas wawasan nusantara. Karenanya, secara normatif integritas NKRI kuat, tegak tegar menghadapi berbagai tantangan nasional dan global.
Keseluruhan identitas dan integritas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia dijiwai, dilandasi dan dipandu oleh nilai fundamental dasar negara Pancasila. Karenanya, NKRI dapat dinamakan dengan predikat sebagai sistem kenegaraan Pancasila. Sistem kenegaraan ini terjabar secara konstitusional dalam UUD 1945. NKRI sebagai nation state membuktikan bagaimana potensi dan kualitas dari integritas wawasan nasional Indonesia raya yang diwarisi, tumbuh, dan teruji dalam berbagai tantangan nasional dan global.
Kesepakatan yang juga perlu ditegaskan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karakter yang dibangun pada manusia dan bangsa Indonesia adalah karakter yang memperkuat dan memperkukuh komitmen terhadap NKRI, bukan karakter yang berkembang secara tidak terkendali, apalagi menggoyahkan NKRI. Oleh karena itu, rasa cinta terhadap tanah air (patriotisme) perlu dikembangkan dalam pembangunan karakter bangsa. Pengembangan sikap demokratis dan menjunjung tinggi HAM sebagai bagian dari pembangunan karakter harus diletakkan dalam bingkai menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa (nasionalisme), bukan untuk memecah belah bangsa dan NKRI. Oleh karena itu, landasan keempat yang harus menjadi pijakan dalam pembangunan karakter bangsa adalah komitmen terhadap NKRI.

                   4.Bhineka Tunggal Ika

Landasan selanjutnya yang mesti menjadi perhatian semua pihak dalam pembangunan karakter bangsa adalah semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Semboyan itu bertujuan menghargai perbedaan/keberagaman, tetapi tetap bersatu dalam ikatan sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang memiliki kesamaan sejarah dan kesamaan  cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang “adil dalam kemakmuran” dan “makmur dalam keadilan” dengan dasar negara Pancasila dan dasar konstitusional UUD 1945.
Keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) merupakan suatu keniscayaan dan tidak bisa dipungkiri oleh bangsa Indonesia. Akan tetapi, keberagaman itu harus dipandang sebagai kekayaan khasanah sosiokultural, kekayaan yang bersifat kodrati dan alamiah sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa bukan untuk dipertentangkan, apalagi dipertantangkan (diadu antara satu dengan lainnya) sehingga terpecah-belah. Oleh karena itu, semboyan Bhinneka Tunggal Ika harus dapat menjadi penyemangat bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

                   Sejak Negara Republik Indonesia merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan kalimat ”Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan pada lambang negara Garuda Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman Kerajaan Majapahit juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang diikrarkan oleh Patih Gajah Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:
Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,
bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,
mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa
Terjemahan:
Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).

                           Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuno dan diterjemahkan dengan kalimat Berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat bangsa di negeri ini.
Baca Selanjutnya >>